Kaitan Toksin Nikotin bagi kesehatan Buruh Pabrik di STTC Pematang Siantar.




Kaum Buruh Industri
Pengaruh Toksin dari Nikotin terhadap Kesehatan Kaum Buruh di PT Sumatera Tobacco Trading Company (STTC) - Pematang Siantar


1.      Latar Belakang Masalah.
Pabrik rokok pada dasarnya tidak terlepas dari bahan dasar pokok yaitu tembakau, Dimana dalam kandungannya tembakau mengandung banyak zat termasuk Toksin Nikotin[1] didalam unsurnya. Tanpa disadari para Kaum Buruh berpotensi terkena Toksin Nikotin dari rokok karena setiap kegiatan yang mereka lakukan selalu berhubungan dengan tembakau hampir pada tiap harinya. Debu tembakau dalam proses pemotongan maupun produksi rokok bisa menganggu terhadap kesehatan. Selain itu, mereka juga rentan terhadap gejala kurang darah atau anemia karena tuntutan dari pekerjaan. Toksin dari nikotin juga dapat meracuni saraf tubuh, menigkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi, dan menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada pemakainya. Seperti pada laporan dari Surgeon General C. Everett Koop tahun 1988 didalam buku “Berperang Melawan Nikotin” dikatakan bahwa “Dampak Kesehatan Merokok adalah: Kecanduan Nikotin.” Sebelum terbitnya laporan ini, seluruh laporan sebelumnya dari Surgeon General mencirikan nikotin dalam tembakau sebagai “mendorong kebiasaan” (habituating). Sedangkan laporan 1988 itu secara efektif mengubah definisinya menjadi ketagihan (addiction) sehingga mencakup nikotin dalam produk-produk tembakau. Dengan demikian, “kebiasaan” merokok berubah menjadi suatu “ketagihan” yang perlu “ditangani” oleh ahli terapi perilaku dan dengan sarana obat-obatan yang dapat membantu berhenti merokok.[2]
Penyakit lain yang juga berisiko tinggi dialami oleh para pekerja di pabrik rokok adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas). Berdasarkan hasil monitoring bulanan dan evaluasi tahunan selama sepuluh tahun terakhir, ISPA merupakan penyakit utama yang menerpa para buruh pabrik rokok di Indonesia. Beberapa dokter yang didatangi para buruh tersebut mengakui jika ISPA merupakan penyakit nomor satu dari 10 penyakit yang banyak diderita para buruh pabrik rokok.[3] Debu pada pemotongan rokok serta asap[4] dari pembakaran tembakau didalam industry pabrik rokok dapat menjadikan para buruh rokok menghirup Asap rokok (dan menjadikan para buruh sebagai; secondhand smoke/ environmental tobacco smoke) juga berpengaruh pada kesehatan perokok pasif (ACS, 2012). Berdasarkan National Health and Nutrition Examination Survey (2007-2008), 40,1% atau 88 juta orang bukan perokok berusia ≥ 3 tahun memiliki kadar kotinin serum (suatu metabolit nikotin) yang menandakan paparan secondhand smoke. Kadar yang lebih tinggi bahkan dijumpai pada mereka yang tinggal dengan orang yang merokok dalam rumah (American Lung Association, 2011). Asap rokok meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah (Fishman et all, 2008). Dan denyut jantung pada perokok 2-3 denyut lebih cepat dibandingkan bukan perokok (Department of Health Western Australia, 2013).[5] Karena Asap rokok mengandung banyak partikel-partikel kecil yang mengandung zat berbahaya dari toksin nikotin maka penggunaan dari “Masker” atau penutup wajah tidak dapat mencegah bahwa setiap orang terbebas dari penghirupan terhadap asap rokok.[6] Maka penggunaan masker hanya dapat memperlambat terkenanya resiko terhadap efek toksin nikotin pada asap tembakau. Atas latar belakang dari tinjauan inilah, saya sebagai penulis ingin meninjau bagaimana perusahaan mendukung terhadap kesehatan dari kaum buruh atas dampak dan pengaruh dari Toksin nikotin bagi Karyawan yang bekerja di PT. Sumatera Tobacco Trading Company (STTC) - Pematang Siantar. Maka dalam penelitian dan penulisan ini, saya akan menggunakan sudut pandang dari kariyawan PT. Sumatera Tobacco Trading Company (STTC) - Pematang Siantar.

2.      Rumusan Masalah.
Didalam rumusan masalah ini, saya sebagai penulis mencantumkan dan menggunakan metode rumusan masalah deskriptif demikian:
a.       Apakah kaum buruh menerima tunjangan biaya kesehatan dari PT. Sumatera Tobacco Trading Company (STTC) - Pematang Siantar dan bagaimanakah sosialisasi itu dilakukan Perusahaan terhadap kesehatan pekerja?
Demikian pertanyaan yang akan diajukan oleh penulis dalam melakukan penelitian lapangan terhadap kesejahteraan kaum buruh yang ada di PT. Sumatera Tobacco Trading Company (STTC) - Pematang Siantar. 

3.      Tujuan Penelitian.
Tujuan dari penulisan dan penelitian ini adalah sebagai salah satu pra-syarat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Metode Penelitian Sosial yang diampuh oleh ibu dosen; Pdt. Dr. Sanggam Siahaan., dan penelitian ini merupakan bahagian dari studi persiapan dalam pembekalan untuk melakukan studi analisa sosial dalam penelitian yang lebih baik lagi. 





[1] merupakan zat adiktif, sama halnya dengan heroin dan kokain, bersifat stimulansia (ACS, 2012). Nikotin akan menstimulasi sistem saraf simpatis, meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah, serta menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer. Nikotin sangat toksik, dan sering dipakai sebagai pestisida di bidang industri. Perokok menginhalasi nikotin dalam dosis yang sangat kecil sehingga tidak berisiko keracunan. (GSA, 2006).
[2] Wanda Hamilton: “Nicotin War: Perang Nikotin dan Para Pedagang Obat”, INSISTPress, Yogyakarta, 2010. Hal. 5
[3]  Komunitas Pers Intern (KOPI) FEB Unpad,  Mematahkan Argumen Industri Rokok Rasio, Edisi 2 Juni 2013
[4] Karbon Monoksida (CO) tak berbau dan tak berasa sehingga kehadirannya tidak disadari. Kehadiran CO dalam darah mengganggu pengikatan oksigen pada hemoglobin (Hb) karena afinitas Hb terhadap CO lebih kuat daripada afinitasnya terhadap oksigen. Zat yang satu ini erat kaitannya dengan penyakit jantung koroner (GSA, 2006).
Polusi Udara
Partikel-partikel berbahaya di udara dapat memicu respon inflamasi pada paru dan berkorelasi langsung dengan lama paparan. Pencemaran lingkungan kini diakui beperan dan persentasenya cukup signifikan dari keseluruhan kasus PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) di seluruh dunia (Ali et all, 2010). Partikel-partikel dan gas yang dimaksud mencakup asap rokok, debu, polutan dalam ruangan (Wilkins et all, 2007), asap dari pembakaran tidak sempurna, dan abu (Blackler, 2007). Kerusakan jaringan akibat polusi udara yang terinhalasi bergantung pada derajat paparan dalam jangka waktu tertentu, komposisi substansi yang terinhalasi, dan kemampuan penjamu (host) untuk mentoleransi. Sejauh ini polutan yang paling berpengaruh adalah asap rokok, menjadikan perokok pasif juga mengalami peningkatan risiko (Wilkins et all, 2007).
[5] Journal: Bahaya Rokok, Universitas Sumatera Utara, 2013
[6] Ungkap Dokter Spesialis Paru, dr Feni Fitriani Taufik, SP. P(K) saat ditemui dalam sebuah acara, rabu 9 Agustus 2017. Sumber: Media Health-Online.

Komentar

  1. penelitian ini akan dilakukan dan dikembangkan dalam beberapa waktu ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. kiranya tulisan ini bermanfaat bagi audiens dalam memperhatikan kesehatan para kaum buruh di Pabrik rokok di seluruh Indonesia

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Umpasa dan Umpama

Sejarah Israel